Hilang Masa Kejayaan : Inilah 3 Kesalahan Marketing Tupperware yang Bisa Kita Pelajari
Apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa Tupperware, salah satu merek yang dulu sangat dominan di pasar peralatan dapur, sekarang mengalami masa-masa sulit? Seiring berjalannya waktu, ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dalam strategi pemasaran Tupperware. Dalam artikel ini, kita akan membahas 3 kesalahan marketing Tupperware yang patut kita pelajari agar kita tidak mengulanginya dalam bisnis kita sendiri.
Sejarah Brand Tupperware
Tupperware adalah produk ikonik yang lahir dari eksperimen dan inovasi Earl Tupper, seorang ahli kimia yang memainkan peran penting dalam pengembangan plastik berkualitas tinggi. Pada tahun 1946, saat itu plastik masih belum umum dan kualitasnya masih diragukan. Tupper, yang pada saat itu berusia 21 tahun, bergabung dengan sebuah perusahaan yang berfokus pada inovasi dan riset.
Salah satu pencapaiannya yang paling mencolok adalah kemampuannya untuk memurnikan polyethylene, bahan dasar pembuat plastik, dari ampas atau biji hitamnya. Dari eksperimen tersebut, ia mendapatkan inspirasi untuk menciptakan wadah plastik yang memiliki kualitas unggul: tahan bau, fleksibel, kedap udara, dan memiliki ciri khas berupa tutup yang dikenal dengan sebutan “burping seal.”
Meskipun Tupper berhasil menciptakan plastik berkualitas tinggi, produknya awalnya tidak mendapatkan banyak perhatian dari pasar. Namun, perubahan besar datang ketika seorang agen penjualan bernama Brownie Wise bergabung dengan perusahaan yang bernama Stanley Home Products.
Brownie Wise melihat potensi besar dalam produk Tupperware dan mulai menjualnya kepada kliennya. Dia juga mengembangkan ide unik yang kemudian menjadi terkenal sebagai “Tupperware party.” Ide ini mengubah cara produk Tupperware dipasarkan secara drastis, karena diadakan dalam bentuk pesta dan dijual langsung kepada konsumen.
Pesta Tupperware pertama kali diadakan pada tahun 1949, di mana Brownie Wise memperkenalkan produk Tupperware kepada teman-temannya. Dari situlah, konsep Tupperware party lahir, dan pada tahun 1951, Tupperware dihentikan dari penjualan di toko-toko dan mulai dijual secara eksklusif melalui pesta yang diadakan oleh para agen penjualan seperti Brownie Wise.
Ini adalah titik awal keberhasilan besar Tupperware dalam dunia pemasaran langsung, dan produk tersebut menjadi sangat populer melalui model penjualan ini. Inovasi dalam produk dan pendekatan penjualan yang unik membantu Tupperware menjadi salah satu merek rumah tangga paling ikonik di dunia.
Kesuksesan Tupperware juga dipengaruhi oleh periode pasca Perang Dunia II, di mana ada dorongan untuk wanita agar lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga dan tetap tinggal di rumah. Inilah yang memberikan peluang kepada wanita untuk lebih mudah berpartisipasi dalam penjualan dan bertemu dengan ibu rumah tangga lainnya.
Dari sini, tradisi Assembly muncul dan diadakan secara teratur oleh distributor-distributor Tupperware. Tradisi ini bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada para penjual.
Perluasan pasar ke Eropa Setelah sukses di pasar Amerika, Tupperware kemudian mulai mengekspansi ke Inggris dan Eropa. Tetap menggunakan strategi penjualan yang sama, pada tahun 1960, Tupperware mengadakan pesta di rumah Mila Pond, Weybridge, Inggris.
Dari sana, Tupperware mulai menyebar ke Eropa, walaupun pengembangan pasar ini tidak selalu sukses. Tupperware bahkan menghadapi krisis dan akhirnya menutup operasinya di Inggris pada tahun 2003 karena kekecewaan pelanggan terhadap metode penjualan langsung produk.
Penutupan tersebut berlangsung selama dua tahun sebelum akhirnya mengalami restrukturisasi dan dibuka kembali. Selama perjalanannya, saham Tupperware dibeli oleh beberapa perusahaan terkemuka pada saat itu.
Akuisisi Bisnis Tupperware Pada tahun 1958, perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan, Rexall, pertama kali membeli saham Tupperware. Nama perusahaan kemudian diubah menjadi Dart Industries.
Tidak lama setelah itu, Dart melakukan kerja sama dengan perusahaan Kraftco dan membentuk perusahaan Dart & Kraft. Akibat perpecahan kedua perusahaan tersebut, Tupperware diakuisisi oleh Illinois Tool Works pada tahun 1996.
Saat ini, Tupperware berdiri sebagai perusahaan independen dengan nama Tupperware Brands Corporation. Selain bergerak dalam produk peralatan rumah tangga, Tupperware juga menjadi pemimpin dalam lima merek produk kecantikan dan perawatan pribadi, yaitu Avroy Shlain, Fuller, NaturCare, Nutrimetics, dan Nuvo.
Gejolak Pada Brand Tupperware
Perusahaan multinasional Tupperware menghadapi ancaman kebangkrutan karena kondisi bisnisnya yang memburuk. Penurunan penjualan produk menjadi penyebab utama masalah ini. Akibat situasi ini, Tupperware berencana untuk melakukan pemangkasan jumlah karyawannya atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selain itu, harga saham perusahaan ini telah mengalami penurunan hingga 90 persen dalam satu tahun terakhir. Karena situasi ini, perusahaan yang mengkhususkan diri dalam produk plastik untuk keperluan rumah tangga ini memerlukan tambahan dana agar dapat bertahan.
Salah satu langkah yang diambil untuk mendapatkan dana tambahan adalah dengan melakukan pemangkasan jumlah karyawan.
CEO Tupperware, Miguel Fernandez, menyatakan bahwa selain pemangkasan jumlah karyawan, perusahaan juga sedang mengevaluasi portofolio real estate mereka untuk mencari potensi penghematan yang lebih besar.
Bisnis yang telah berjalan selama 77 tahun ini sedang dihadapkan pada tantangan zaman. Tupperware telah berusaha untuk memperbarui citranya dan menarik pelanggan yang lebih muda dengan menghadirkan produk-produk yang lebih modern dan trendy.
Kesalahan Marketing Tupperware yang Bisa Kita Pelajari
Setelah mengetahui sejarah dan juga alasan dibalik brand Tupperware yang hampir gagal dalam mempertahankan kejayaan mereka, ada beberapa kesalahan marketing berdasarkan pandangan kami yang dapat kita pelajari dari brand tersebut. Beberapa kesalahan marketing tersebut diantaranya adalah:
1. Kurangnya Inovasi Produk
Salah satu kesalahan besar dalam strategi pemasaran Tupperware yang telah terjadi adalah kurangnya inovasi produk. Pada awalnya, Tupperware terkenal karena menghasilkan wadah plastik berkualitas tinggi yang tahan bau, fleksibel, kedap udara, dan dilengkapi dengan tutup khas yang disebut “burping seal.” Namun, seiring berjalannya waktu, pasar selalu berubah dan berkembang.
Ketika produk Tupperware yang klasik masih relevan, Tupperware terlalu bergantung pada produk-produk tersebut dan tidak melakukan inovasi yang cukup. Mereka gagal untuk mengikuti tren dan selera konsumen yang terus berkembang. Generasi yang lebih muda mencari produk dengan fitur-fitur baru, desain yang menarik, dan kegunaan yang lebih luas. Tupperware tidak mampu memberikan inovasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pasar yang terus berubah.
Akibatnya, Tupperware kehilangan daya tariknya di kalangan konsumen yang lebih muda dan berpaling ke merek-merek lain yang menawarkan produk yang lebih sesuai dengan gaya hidup mereka. Ini adalah contoh nyata bagaimana kurangnya inovasi produk dapat merugikan strategi pemasaran sebuah perusahaan. Dalam dunia yang terus berubah, perusahaan harus selalu berusaha untuk mengembangkan produk yang relevan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen saat ini.
2. Ketidakmampuan Beradaptasi dengan Era Digital
Kesalahan marketing kedua yang signifikan dalam perjalanan Tupperware adalah ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan era digital yang berkembang pesat. Pada saat dunia bergerak menuju era digital, Tupperware masih bergantung pada metode pemasaran tradisional seperti pertemuan rumah dan katalog fisik. Mereka gagal untuk memahami dan memanfaatkan potensi besar yang terdapat dalam pemasaran online, media sosial, dan e-commerce.
Ketika pesaing-pesaing mereka beralih ke platform digital untuk menjangkau konsumen, Tupperware tetap berpegang pada cara-cara lama. Akibatnya, mereka kehilangan peluang untuk memperluas jangkauan pasar dan mencapai generasi yang lebih muda yang lebih terhubung dengan dunia digital. Mereka tidak mampu memanfaatkan alat-alat pemasaran digital yang efisien untuk membangun merek mereka secara online.
Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan era digital telah merugikan daya saing Tupperware di pasar yang semakin terhubung ini. Perusahaan yang berhasil di era ini adalah yang bisa bergerak cepat, memahami perubahan tren konsumen, dan menggunakan teknologi digital untuk memperkuat kehadiran mereka. Kesalahan Tupperware dalam hal ini adalah contoh yang jelas tentang bagaimana perusahaan harus terus berubah dan berinovasi dalam hal pemasaran untuk tetap relevan di pasar yang berubah dengan cepat.
3. Target Market yang Sempit
Kesalahan marketing yang ketiga dalam perjalanan Tupperware adalah pemilihan target market yang terlalu sempit. Awalnya, Tupperware dikenal sebagai produk berkualitas tinggi yang digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengalami kendala dengan fokus mereka yang terlalu terbatas pada segmen pasar tertentu, yaitu ibu rumah tangga.
Tupperware lebih banyak memusatkan upaya pemasaran dan penjualan mereka pada ibu rumah tangga, yang pada saat itu mungkin adalah pelanggan utama mereka. Namun, mereka tidak memperluas pandangan mereka untuk mencakup segmen pasar lain yang juga dapat memiliki minat dalam produk mereka. Ini mengakibatkan keterbatasan pertumbuhan bisnis mereka, terutama ketika tren perubahan peran dalam rumah tangga dan pekerjaan semakin terlihat.
Perusahaan yang sukses dalam pemasaran adalah yang mampu mengidentifikasi berbagai segmen pasar dan beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Dengan mempersempit target market, Tupperware membatasi potensi pertumbuhan mereka dan tidak memanfaatkan peluang untuk mencapai pelanggan yang beragam. Kesalahan ini mengajarkan kita pentingnya memiliki strategi pemasaran yang inklusif dan fleksibel untuk tetap relevan di berbagai pasar yang beragam.
4. Peningkatan Persaingan
Salah satu kesalahan dalam strategi pemasaran Tupperware yang signifikan adalah ketidakmampuan mereka menghadapi persaingan yang semakin meningkat di pasar peralatan rumah tangga. Ketika Tupperware pertama kali muncul, mereka mungkin memiliki sedikit pesaing dalam kategori produknya. Namun, seiring berjalannya waktu, pasar ini menjadi semakin kompetitif, dengan banyak merek lain yang memasuki ranah produk plastik untuk keperluan rumah tangga.
Tupperware, pada beberapa titik, mungkin tidak berhasil mengantisipasi persaingan yang semakin sengit ini. Mereka bisa saja tidak mengikuti tren dalam hal harga yang bersaing atau menghadirkan inovasi produk yang dibutuhkan untuk tetap menonjol. Dalam dunia bisnis yang kompetitif, ketidakmampuan untuk bersaing dengan pesaing dalam hal harga, kualitas, atau inovasi dapat berdampak negatif pada pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan.
Selain itu, dalam beberapa kasus, Tupperware mungkin juga menghadapi persaingan dari merek-merek yang lebih muda dan lebih modern yang berhasil menarik generasi yang lebih muda dengan desain produk yang lebih tren dan strategi pemasaran yang lebih responsif terhadap tren digital.
Kesalahan dalam mengatasi persaingan yang meningkat ini adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu kinerja pemasaran Tupperware dan menyebabkan penurunan penjualan mereka. Sebuah perusahaan harus selalu siap untuk beradaptasi dengan persaingan yang berkembang dan menemukan cara untuk mempertahankan daya tariknya di pasar yang semakin ramai.
Rekomendasi Jasa Pembuatan Strategi Marketing
Jika Anda juga ingin menciptakan strategi marketing yang kuat dan berdampak bagi brand Anda, Bithour Production, selaku agency marketing profesional, siap membantu Anda. Dengan pengalaman dan keahlian kami, kami dapat membantu merancang strategi marketing yang sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan perusahaan Anda.
Untuk itu, jika Anda tertarik dengan layanan kami, maka jangan ragu untuk menghubungi kami sekarang melalui link yang ada disini, dan bersama-sama kita dapat menciptakan strategi marketing yang unik dan inovatif untuk brand Anda.
Referensi:
- https://www.beritasatu.com/ekonomi/1037765/ini-sejarah-dan-perjalanan-bisnis-tupperware-yang-terancam-bangkrut
- https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230415090932-92-938101/alasan-bisnis-tupperware-terancam-tutup